Rabu, 23 September 2009


Tanggal : 09 Sep 2009
Sumber : Suara Pembaruan

Prakarsa Rakyat,

Sejak terintegrasi Papua ke dalam NKRI, negeri yang kaya raya ini tak luput dari berbagai konflik sosial, budaya, politik, dan keamanan. Untuk mengatasinya, atas kesadaran sejumlah intelektual Papua, tokoh adat, agama, perempuan, dan pegiat LSM bekerja sama dengan pemerintah daerah dan DPRD setempat menawarkan konsep otonomi khusus (otsus) kepada pemerintah pusat melalui Dewan Perwakilan Rakyat sebagai respons terhadap Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 untuk pemberian otsus bagi Provinsi Papua.

Melalui pembahasan yang panjang dan melelahkan lahirlah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua). UU tersebut disahkan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 21 November 2001.

Mencermati pelaksanaan Otsus Papua dan manfaatnya bagi masyarakat selama delapan tahun, SP berkesempatan mengadakan wawancara khusus dengan August Kafiar, intelektual dan tokoh masyarakat Papua, yang juga mantan Rektor Universitas Cenderawasih Jayapura, Papua, baru-baru ini di Jakarta. Berikut sebagian hasil wawancaranya:

Pak Kafiar, apa saja harapan masyarakat, khususnya penduduk asli Papua, dengan adanya otsus?

Banyak sekali harapan masyarakat dengan adanya osus. Lahirnya UU Otsus merupakan jaminan akan adanya perbaikan dan peningkatan kesejahteraan mereka. Keputusan memberikan status otsus bagi Provinsi Papua (sebelumnya bernama Irian Jaya) adalah suatu keputusan politik pemerintah dan bangsa Indonesia yang sangat strategis. Ini sebagai jawaban terhadap tuntutan masyarakat asli Papua yang mau memisahkan diri dari NKRI.

Tujuan otsus, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat, memajukan ekonomi masyarakat, meningkatkan mutu manusia Papua melalui pendidikan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik, mewujudkan harapan masyarakat untuk memperoleh keadilan dan perlindungan hukum, hak-hak asasinya dihormati, serta hak ulayat adatnya mendapatkan pengakuan.

Dengan begitu mereka pun merasa bahwa dirinya menjadi tuan di tanah sendiri dalam kehidupan bersama yang setara dan harmonis dengan sesama warga negara dari daerah lain. UU tersebut, selain memberikan proteksi khusus, menegaskan pentingnya penduduk asli sebagai subjek utama pembangunan, diberdayakan. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota di Tanah Papua berkewajiban memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan tugas dan wewenangnya.

UU ini juga mengandung semangat untuk menyelesaikan perbedaan pandangan tentang sejarah-politik di masa lalu dan pentingnya rekonsiliasi sehingga perlu dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Pembentukan komisi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di masa lalu dengan tujuan memantapkan persatuan dan kesatuan nasional di Tanah Papua di masa depan.

Mengapa UU Otsus begitu penting bagi Papua?

Salah satu tujuan penting diberlakukan otsus berkaitan erat dengan tuntutan tentang pemenuhan atas hak politik, sosial, dan ekonomi penduduk asli Papua sebagai warga negara Indonesia yang sama dan sederajat dengan saudara-saudaranya di wilayah Indonesia lain. Bagi mereka, kucuran dana yang besar dan banyaknya program pembangunan itu adalah kewajiban pemerintah, sedangkan hak-hak tadi adalah tuntutan yang tidak bisa ditukar dengan uang.

Bagaimana respons konkret pemerintah atas harapan rakyat itu?

Pemerintah pusat secara konkret telah menjawab sebagian harapan masyarakat asli Papua, misalnya UU Otsus mengamanatkan bahwa sekurang-kurangnya 30 % dari 2 % dana alokasi umum (DAU) nasional dialokasikan untuk pendidikan selama 20 tahun. Untuk kesehatan disediakan sekurang-kurangnya 15 %, juga selama 20 tahun.

Dana otsus diprioritaskan pemberdayaan ekonomi rakyat dan pembangunan infrastruktur di kampung-kampung. Pembangunan infrastruktur umum dibebankan pada dana alokasi khusus (DAK). Patut disyukuri bahwa dana otsus dan dana-dana lain melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tiap tahun untuk membiayai pembangunan di Tanah Papua sangat besar jumlahnya.

Persoalannya, setelah sekitar delapan tahun UU Otsus diimplementasikan, masih terdengar keluh-kesah dan protes masyarakat asli Papua. Bahkan penolakan terhadap UU Otsus tersebut karena dinilai telah gagal memenuhi harapan mereka.

Apa manfaat yang telah dirasakan masyarakat asli dari dana otsus itu?

Dana pembangunan yang diberikan kepada rakyat Papua dan Papua Barat sangat besar. Selain dana otsus, ada DAK, dan dana-dana lain yang bersumber dari APBN. Ada dana-dana yang diperoleh dari dunia usaha melalui pajak, dividen, royalti, dan pendapatan asli daerah. Kalau dana-dana yang begitu banyak itu dimanfaatkan dengan baik sesuai tujuannya, saya percaya masyarakat Indonesia, khususnya orang asli Papua, akan meningkat dengan cepat kesejahteraannya.

Dengan demikian Tanah Papua dengan segala kekayaannya akan memberikan manfaat lebih kepada rakyat Papua dan ikut menyumbang bagi kemajuan Indonesia. Seperti yang saya katakan sebelumnya, UU Otsus Papua memang mengamanatkan agar ada keberpihakan kepada penduduk asli Papua.

Diharapkan kebijakan khusus ini selekasnya diterjemahkan secara tepat dalam bentuk peraturan daerah khusus (perdasus) oleh Pemda, DPRP, dan MRP di Papua, dan konsekuen dilaksanakan.

Berapa penduduk asli Papua yang masih membutuhkan sentuhan pembangunan?

Untuk menjawab ini, saya perlu menceriterakan kembali dialog singkat dengan Pak Ginandjar Kartasasmita, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) sekitar dua tahun lalu dalam pesawat Garuda dari Timika ke Jayapura.

Berikut cuplikan percakapan tersebut. "Pak Kafiar, berapa jumlah penduduk di Papua? Saya bilang, seluruhnya kurang dari tiga juta jiwa, termasuk penduduk asli Papua, kurang lebih dua juta orang. Beliau menambahkan, berarti dengan dana belasan triliun rupiah itu kita tidak boleh berbicara lagi mengenai penduduk miskin di Papua. Pak Kafiar, penduduk Jawa Barat itu sekitar 40 juta dengan anggaran pembangunan pada tahun ini sekitar Rp 17 triliun. Tidak berimbang ya, antara jumlah penduduk dan besarnya anggaran di Papua kan? Apa saja kendala dan masalah yang harus segera diatasi pemerintah, terutama Pemda, karena kami di DPD mendapat laporan tentang masih tingginya angka kemiskinan di Papua.

Saya bilang, "Pak, biaya pembangunan di Papua, terutama transportasi udara dan laut serta pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan dan bangunan, sangat mahal, Itu disebabkan sebagian besar bahan bangunan didatangkan dari luar. Belum lagi membawa bahan bangunan dan kebutuhan pokok rakyat ke pedalaman dengan pesawat dan kapal untuk pesisir pantai dan kepulauan yang terpencil.

Pak Ginandjar benar, itu bukan alasan pokok untuk mengatakan dana tidak pernah cukup. Saya sependapat dengan Bapak bahwa yang terpenting adalah bagaimana mengelola dana itu dengan efisien, mengutamakan kepentingan riil rakyat yang karenanya uang yang banyak itu disediakan pemerintah.

Pak Ginandjar bertanya, apakah ada kerja sama yang baik antara Pemda Papua atau Pemda kabupaten dan masyarakat setempat dengan dunia usaha agar ada sinergi dan efisiensi dalam mengelola dana?

Saya pun menjawab, ya Pak. Contoh yang sangat baik dan saya ketahui adalah kerja sama di Kabupaten Mimika. Saya namakan kerja sama tiga tungku plus, yang melibatkan Pemda dan DPRD, lembaga adat dan masyarakat asli tujuh suku dan gereja, serta PT Freeport Indonesia, dengan dukungan kepakaran dari perguruan tinggi dan pengalaman lapangan oleh LSM sebagai plusnya.

Perusahaan ini menyediakan dana yang sangat besar, yang disalurkan melalui lembaga pengembangan masyarakat (LPMAK) yang di dalamnya duduk wakil-wakil dari unsur tadi. Program-program utama adalah pelayanan kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi masyarakat asli, dan pembangunan infrastruktur kampung, serta pemberdayaan lembaga adat.
Kalau pola tiga tungku plus ini bisa diterapkan dengan baik di tempat lain di Tanah Papua, dengan sumber dana dari pemerintah dan swasta, saya kira masyarakat Papua akan lebih cepat merasakan manfaat nyata dari aktivitas pembangunan yang diharapkannya.

"Ya, saya akan sampaikan pemikiran-pemikiran tadi kepada Pak Gubernur Papua dalam pertemuan sebentar ini di Jayapura. Kami dari DPR sangat mendukung semua upaya pemerintah dengan dukungan dunia usaha untuk memajukan dan menyejahterakan rakyat di Papua. Setuju sekali bahwa pada akhirnya pengelolaan uang yang banyak itu harus baik, transparan, dan bertanggung jawab demi rakyat," kata Ginandjar.

Berdasarkan data yang dihimpun SP, sudah delapan tahun pelaksanaan Otsus Papua, walaupun banyak yang berhasil dibangun pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat, tetapi kenyataannya rakyat asli di sana masih miskin, bahkan mati kelaparan di atas tanahnya. Ironis. [154/W-8]